Teks: Rully Fachdar | Grafis: Rania Khaerunnisa | Sumber Foto: Cubicles Coffee
Teknologi melesat begitu cepat, melintas tongkrongan hingga kediaman. Namun, dibalik setiap kemudahan yang ditawarkan, juga terdapat ancaman yang menelankan.
Kutipan di atas diambil dari akun Instagram @cubicles.coffee yang kemarin menyelenggarakan diskusi ringan dengan menghadirkan para praktisi-praktisi dari berbagai latar belakang profesi. Sesuai dengan awal kalimatnya yaitu, “teknologi” membahas bagaimana kesenian dan teknologi dalam konteks perkembangan industri kreatif di Makassar.
Mancars, Cubicles Coffee merupakan sebuah kafe pada umumnya tempat dimana orang-orang datang dengan berbagai keperluan. Kafe tersebut beralamat di Jl. Setapak Pengayoman Blok F/21 No.3. Ada yang menarik dari kafe ini Mancars, jadi Cubicles ini memiliki sebuah program acara reguler yang rutin diselenggarakan setiap bulan. Jadi untuk programnya sendiri sudah berjalan dari November 2023. Program-program yang diinisiasi oleh Tim 7 ini telah memasuki edisi ketiga. Sebelumnya pada edisi perdananya mereka mengangkasa lewat diskusi Layar Hitam Sepak Bola dengan mengundang Radhitya Erlangga (Akademisi), Ady Anugrah Pratama (Human Rights Fest) Azwira Rahim (Penggemar Sepak Bola) yang membahas soal isu industri sepak bola, HAM dan Piala Dunia. Masih dengan edisi sebelumnya kali ini dengan tema yang sama, namun kali ini menghadirkan Achmad Ayat Al-Sair (Jurnalis) dan Tim 7 dirangkaikan dengan Launching Zine (18 Desember 2022).
Oiya Mancars, jadi edisi sebelumnya juga mereka membuka submisi bagi teman-teman yang ingin berpartisipasi mengirimkan karyanya baik dalam bentuk tulisan, design poster, illustrator visual, infografis digital, hingga dalam bentuk kolase. Pada edisi keduanya Cubicles berkolaborasi dengan dengan KID dengan mengangkat tema “Sound Of Happines” dengan menghadirkan Rap Showcase (OG Avamato, Grill Dg Lopo, Anikonik), ada talkshow (Dari Mana Kopi Yang Kalian Minum), juga ada aksi-aksi dari Makassar BMX Riders, Live Mural by Art Is Poison, 7 To Smoke Beatbox Battle, 7 To Smoke BBOY Battle, DJ Showcase by Aldino, Kontes Foto Kopi, Pameran Data dan pada 30 Desember 2022 kemarin mereka kembali ‘Melepas Landaskan’ MACH.A.ZINE 2.0 oleh Tim 7 Bahagia-n 2.0.
Tim 7 Bahagia-n 3 sebelumnya telah melaksanakan sebuah diskusi yang bertajuk “Beyond Art & Technology” kali ini ada beragam konten acara yang ada didalamnya diantara;
Bincang-Bincang, Sajian Bebunyian, Sajian Buku-Merch, hingga
Sajian Visual. Untuk Bincang-Bincangnya sendiri terbagi menjadi 3 sesi. Sesi pertama itu “
Bedah Buku Spectacle Society” dengan fasilitator: Andi Taufik Ismail dan Rachmat Mustamin. Selanjutnya untuk sesi kedua membahas
“Literasi Musik” dengan fasilitator Anwar Jimpe Rachman (Kampung Buku), dan Zulkhair Burhan (Kedai Buku Jenny), dan untuk sesi ketiga membahas
“Ketika Panggung Bercerita” dengan pembicara Indra Hadijaya (Prolog Ecosystem), Indhar (Familixshow), dan Rais ( Siku Terpadu) dengan moderator Aziziah Apriliya (Tanahindie).
Kali ini saya bersama Tyas, salah satu rekan kerja di Pmancar.com meliput ke Cubicles Coffee dengan bertolak dari kantor menuju ke lokasi acara dengan cuaca yang kurang mendukung. Iringan awan mendung ditambah hujan gerimis mengantarkan kami menuju ke lokasi liputan. Untungnya setibanya kami di lokasi acara, hujan deras pun mengguyur. Cubicles Coffee tidak asing bagi saya, secara pribadi ya. Karena sempat ikut nonton final Piala Dunia bersama teman-teman disana. Meskipun pada akhirnya tidak sudi melihat Argentina berdiri di podium tertinggi. Nah, Mancars selain dalam bentuk reportase tulisan, kami juga menghadirkan reportase dalam bentuk video yang bisa kalian saksikan di www.pmancar.com jangan sampai lolos nah Mancars.
Karena kami tidak sempat menghadiri dari awal acara karena kegiatan lainnya, kami baru sempat mendapati diskusi
Literasi Musik itupun sudah memasuki sesi tanya jawab.
Namun, kami berhasil “menodong” Anwar Jimpe Rachman dan Zulkhair Burhan setelah sesi diskusi berlangsung. Beliau berdua memberikan pandangannya terkait literasi musik di Makassar. “Saya kira penting ya karena literasi itu konteksnya kan walaupun sering kita kaitkan dengan hal yang terkait dengan penulisan, pencatatan. Tapi sebenarnya secara garis besar literasi itu berbicara tentang pengetahuan terhadap sesuatu.” Lebih lanjut, beliau mengatakan, “nah kalau kita bawa dalam konteks musik tentu banyak hal yang perlu kita ketahui gitu, mulai dari pra produksi sampai distribusi sampai hal-hal lain terkait itu.”
“Dalam konteks literasi sebagai aktivitas pencatatan pendokumentasian juga tatkala pentingnya, apalagi di Makassar saya kira semakin kesini geliatnya semakin tumbuh gitu. Bahkan kalau kita mencatat pasca pandemi itu salah satu kota yang cepat geliatnya saya kira salah satunya adalah Makassar,” ungkap Zulkhair Burhan atau akrab disapa Kak Boby. “Kalau literasi musik bisa saya katakan salah satu unsur terpentingnya, karena dia jadi bahan baku sekaligus bahan yang sebenarnya bisa dipakai, dan hasil-hasilnya itu bisa di daur ulang dalam bentuk model yang lain misalnya, arsip atau rilisan dipelajari ulang bisa jadi visual, terbitan yang lain, bisa jadi model yang lain.“Dan terutama juga,” lanjutnya, “ bisa juga dipakai tidak hanya pemusik tapi semua pihak. Hal yang lain pastinya menjadi materi yang menarik menurut saya, karena kalau tanpa literasi tanpa arsip kita juga tidak bisa pelajari hal-hal yang bisa jadi cikal bakal karya-karya selanjutnya.” ungkap Anwar Jimpe Rachman.
Selanjutnya sesi bincang
"Ketika Panggung Bercerita" menghadirkan Indhar, Indra Hadijaya dan Rais yang masing-masing memberikan pandangannya terhadap ekosistem panggung musik di Makassar. “Kalau dari saya, sekarang para musisi itu mau seperti apa?. Karena fasilitasnya kita di sini (Makassar) sudah ada. Harapannya akan ada banyak ruang pertunjukan yang lainnya yang dapat mempertemukan satu dengan yang lainnya. Seperti ajang Familiaxshow dan ruang pertunjukan lainnya,” ungkap Om Indhar (Familiaxshow).
“Kalau saya menyikapi banyak panggung kayak banyak pilihan. Kalau kemarin-kemarin itu kita kesusahan panggung, sekarang panggungnya ada banyak jadi teman-teman yang merasa punya karya bisa dipertunjukkan. Karena secara ekosistem perlahan-lahan sudah mulai tertata sudah ada panggung yang disediakan oleh teman-teman, teman-teman yang membuat Pensi juga, kekuatan yang cukup untuk membuat panggung yang megah. Seharusnya itu salah satu poin fasilitas yang sudah terpenuhi, jadi tinggal bagaimana musisi yang memiliki karya itu mengulik isi karyanya sehingga tepat dengan panggungnya.” ungkap Rais (Siku Terpadu).
Indra Hadijaya yang mewakili
Prolog Ecosystem pun turut membagikan apa yang dia ketahui soal geliat panggung di Makassar. “Untuk membentuk ekosistem sebenarnya yang diperlukan adalah banyak hal-hal baru yang muncul industri musik, belajar untuk tahu secara luas tentang industri musik gitu. Kemudian terkoneksi dengan semua pelaku industri musik karena sangat banyak hal-hal yang perlu dikoneksikan karena pelakunya tidak hanya dari musisi, bukan cuman panggung, ada distribusi ada mengenai hak cipta, produksi, studio, merchandise dan lainnya. Kalau memang mau berkarya di musik dan fokus harusnya lebih serius dan memahami bagaimana mendapatkan sesuatu dari karya tersebut, valuenya apa bukan hanya berupa uang tapi bagaimana bisa konsisten di industri musik dan bagaimana bisa bertanggung jawab atas karyanya terhadap orang lain.” ungkap Indra Hadijaya.
Mancars, pada kesempatan lainnya di acara tersebut menandai debut dari grup musik Selatan dan sekaligus merangkaikan peluncuran atau perilisan singlenya, woo-hoo.. Jika ada dari kalian yang tidak berkesempatan hadir, jadi ada ruang instalasi yang disajikan oleh Tim 7, di salah satu ruang tengah kafe Cubicles, juga ada lapakan buku hingga
merchandise. Pokoknya, jadi jangan sampai lolos untuk edisi berikutnya ya Mancars.